NAGEKEO - Marselinus Meze, lekaki paruh baya asal Kelurahan Nageoga, Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo, NTT, mampu meraup omset jutaan rupiah perbulannya dari hasil usaha rumahan membuat cemilan kripik berbahan dasar buah kanona dan juga kripik ubi talas ungu.
Marsel mengaku, usaha rumahan kripik kanona dan ubi talas itu telah ia rintis sejak tahun 2010 lalu, akan tetapi dalam perjalanan, usahanya sempat vakum oleh karena kendala satu dan lain hal. Namun di tahun 2017, kata Marsel, ia kembali merintis dan serius menggeluti usaha itu hingga saat ini.
Dia bercerita, sehingga muncul gagasan untuk membuat kripik berbahan baku buah kanona dan ubi talas, lantaran dirinya ibah kepada petani di Kecamatan Boawae, Kelurahan Nageoga khususnya yang menjual hasil pertanian mereka secara gelondongan dengan harga relatif murah terutama untuk buah kanona dan ubi talas ungu.
"Saya punya ide begini karena rasa kasian kepada petani dimana hasil pertanian di Boawae ini dijual secara gelondongan dengan harga seadanya. Berangkat dari itu, saya berpikir untuk bagaimana berinovasi membuat cemilan dengan ketersediaan bahan baku yang ada pada tujuannya juga agar hasil pertanian di Boawae punya harga beli yang sesuai, " katanya.
PROSES PRODUKSI
Meski ditengah kelangkaan minyak goreng yang terjadi di sejumlah daerah termasuk di Kabupaten Nagekeo, Marsel mengaku tetap dapat meneruskan produksi kripik nya.
Pasalnya, kelangkaan minyak goreng yang terjadi saat ini, sudah ia perkirakan jauh sebelumnya dan itu sudah menjadi rumusan resiko bisnis dimana itu berangkat dari pengalaman tahun 2010 kemarin. Sehingga sebagai antisipasinya, Marsel memiliki 2 sampai 3 jerigen stok minyak goreng di rumah.
Sejauh ini untuk proses pengirisan buah kanona dan ubi tersebut, agar benar-benar mendapatkan hasil potongan yang tipis, itu diakukannya secara manual menggunakan pisau carter.
Begitupun dengan tahap penjemuran. Setelah semua bahan baku selesai dipotong tipis dan dijemur hingga benar - benar kering, tahap selanjutnya yaitu proses pengggorengan dan tahap kemasan. Proses itu semua dilakukan serba manual.
Untuk tahap penjemuran itu sendiri, membutuhkan waktu dua sampai empat hari hingga benar-banar kering.
STRATEGI PEMASARAN
Untuk pemasaran usaha kripik-nya, sejauh ini Marsel menerapkan sistem kerja sama bagi untung dengan menitipkan hasil usahanya itu ke kios-kios dan juga toko yang ada di Boawae, Mataloko dan Ende.
Selain itu, dia juga menerapkan sistem pemasaran online menggunakan media sosial seperti facebook dan juga WhastApp miliknya.
Harganya pun tergolong bersahabat, yaitu Rp 5.000/bungkus. Pemesanan juga dapat dilakukan dengan menghubungi nomor, 081246446824 (MARALELIK).
ALAT PENUNJANG PRODUKSI
Dia mengaku usahanya saat ini masih terkendala di alat pemotongan dan juga kemasan. Sementara untuk alat pendukung lainnya terbilang cukup.
HARAPAN
Yang menjadi harapan Marsel, Pemerintah Kabupaten Nagekeo dapat membantunya sarana pendukung seperti alat potong atau alat iris dan juga kemasan.
Dia mengaku, Bupati Nagekeo dan Dinas Koprindag Nagekeo pernah menyambangi rumah nya untuk melihat langsung alat potong dan juga proses pengolahan kripik
"sayang peralatan masih sangat sederhana. Kemauan saya merintis usaha ini selain mendapatkan pengahasilan, tujuan saya juga ialah untuk mengangkat derajat pangan lokal. bapak bupati dan dinas sudah pernah mengunjungi tempat saya dan menyaksikan semua peralatan terutama alat potong kerupuk yang menggunakan pisau carter, " katanya.
Baca juga:
Gold: A Journey With Idris Elba
|
Marsel juga bertekad, selain kripik buah kanona dan ubi talas ungu, jenis pangan berbahan dasar jagung, pisang dan ubi-ubian serta semua jenis kacang akan ia inovasikan hingga mempunyai nilai jual tinggi.
"Saya berencana kedepan, semua jenis mulai dari jagung, pisang, ubi-ubian, kacang-kacangan serta buah-buahan akan saya inovasikan menjadi pangan yang bernilai jual tinggi, " tekadnya.
Diakuinya untuk omset penjualan kripik yang mampu ia raup setiap bulannya kurang lebih sepuluh juta rupiah.
"Omset perbulan kurang lebih sepuluh juta rupiah, " sebutnya.